Badai.. puan telah berlalu..
Salahkah ku menuntut mesra
Tiap taupan menyarang kau disampingku
Kau aman ada bersamaku..
Selamanya..
Sampai kita tua
Sampai jadi debu
Ku diliang yang satu
Ku disebelahmu..
Lagu tersebut diciptakan Banda Neira untuk kakek dan neneknya dan akan diberikan saat ulang tahun pernikahan mereka. Namun takdir berkata lain, mereka pun di panggil pemilikNya.
Bagiku, lagu ini teramat asing. Namun seseorang telah mengenalkan padaku lewat tulisannya. Aku rasa, ada makna tersirat yang diutarakan ketika seseorang itu mengatakan bahwa ia sangat menyukai lagu itu untuk mendapatkan ketenangan.
Entah apa yang ada dipikirannya saat menulis hal itu. Namun aku cukup tersentuh dengan sajian cerita-ceritanya yang apik. Mungkin bisa aku prediksikan bahwa seseorang ini adalah orang yang melankolis.
Lalu aku bertanya “bagaimana mungkin seseorang asal Madura mampu menulis dengan apik dan lembut serta menyukai musik yang begitu sayu untuk didengar?”
Seseorang yang begitu tertutup namun ramah. Pria melankolis yang selalu tersenyum namun gagah. Entah luka apa yang ada dihatinya. Jiwanya yang tertutup membuat orang-orang begitu penasaran. Tak jarang juga orang-orang yang telah mengenalnya malah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang melukai hatinya.
“kamu ga akan nikah ya?”
“kamu agamanya apa?”
“kenapa kamu ga lulus lulus?”
Seseorang itu menyikapinya dengan tenang dan senyum. Semelankolis itukah pria itu? Apa yang membuatnya begitu tenang dalam menyikapinya? Luka apa yang sedang digenggamnya? Dan apa yang membuatnya begitu luar biasa?
Seseorang yang kutemui disalah satu pulau di Indonesia. Seseorang yang pernah tersenyum dan menyapa namun tidak pernah bercengkrama.
*to be continue
-Suni A Jayanti-
I know🙈
BalasHapus